Mengapa Anak-Anak Jepang Gemar Membaca Buku Daripada Bermain Gadget?

ikuzoLifestyleLeave a Comment

Kita semua mengakui bahwa negara Jepang merupakan negara maju dengan budaya bekerja dan kebiasaan hidup masyarakat yang banyak dikagumi oleh masyarakat dunia. Jepang juga dikenal sebagai masyarakat yang mempunyai budaya membaca yang sangat tinggi. Sehingga, dimana pun mereka berada, kita akan melihat mereka senantiasa membaca di kala waktu senggang. Bagaimana cara mendidik anak-anak untuk mencintai buku?

Jika orang dewasa, tidak sulit untuk bisa mencintai buku karena mereka butuh pengetahuan atau tugas untuk membacanya. Tapi untuk anak-anak, apa motivasi mereka untuk membaca?

Kebiasaan membaca yang berakar di Jepang sampai usia kakek-nenek tentunya bukanlah suatu hal yang terjadi secara tiba-tiba. Pendidikan tentunya sangat memegang peranan penting dalam menanamkan budaya membaca pada anak secara tepat. Sesuatu yang sesungguhnya dapat juga kita lakukan di rumah maupun sekolah.

Mengembangan Minat Membaca Dalam Kurikulum Sekolah

Pengembangan kemampuan membaca anak di Jepang sudah dimulai sejak pendidikan anak usia dini. Akan tetapi, menumbuhkan minat baca anak lebih ditekankan ketimbang kemampuan membacanya. Hal ini dapat dilihat pada pendidikan yang dilakukan di Taman Kanak-Kanak (TK) atau Tempat Penitipan Anak (TPA) di Jepang. Kita akan menemukan pengembangan minat membaca anak dimulai dengan menumbuhkan kecintaan anak terhadap membaca.

Anak-anak TK dan TPA di Jepang belum diajari membaca, tetapi dengan meningkatkan kecintaan anak terhadap buku terlebih dahulu melalui kegiatan membacakannya, bukan mengajarinya membaca. Bisa dikatakan, di TK dan TPA Jepang, kegiatan utama yang dilakukan adalah membacakan buku cerita untuk anak. Kegiatan ini dilakukan setiap hari oleh guru. Umumnya 1 sampai 3 kali sehari, yaitu di pagi hari setelah anak-anak bermain bebas dan senam, siang hari selesai makan siang, dan terakhir pada sore hari sebelum orang tua menjemput. Pada hari tertentu dalam seminggu, ketika anak akan pulang sekolah, mereka juga diminta untuk mengambil satu buku yang mereka sukai. Bisa buku tentang biografi tokoh dunia, buku tentang ilmu pengetahuan, tentang keunikan setiap negara di dunia, hingga buku tentang resep masakan untuk koki kecil pun tersedia dan bisa dipinjam gratis oleh siswa dari perpustakaan. Buku itu dibawa pulang, lalu diminta kepada ibu atau ayahnya untuk dibacakan. Besoknya, anak diberikan kesempatan bercerita satu atau dua kalimat tentang buku itu. Menurut mereka, mengajari anak membaca apalagi dengan cara konservatif justru akan membuat anak menilai buku sebagai obyek yang menyusahkan, tidak menarik, dan membosankan. Sehingga, pada saat dewasa mereka akan menjadikan buku sebagai “musuh”-nya.

Di tingkat SD, guru di Jepang sudah meminta anak untuk membaca buku sesuai dengan minat mereka dan kemudian menceritakannya kembali kepada teman-temannya melalui lisan maupun tulisan. Tugas untuk membaca buku oleh guru ini, terus berlanjut sampai jenjang SMA. Tiada hari tanpa buku. Kondisi ini pun diperkuat dengan data dari Center for Social Marketing (CSM), tentang jumlah buku yang wajib dibaca siswa SMA. Di Jepang, siswa SMA diwajibkan untuk membaca sebanyak 22 buku. Mereka harus membuat rangkuman apa isi buku itu. Buku boleh dipilih dengan bebas, tidak ada paksaan tentang topiknya. Sementara data di negara lain menyebutkan, seperti Amerika Serikat diwajibkan membaca 32 judul buku, Belanda 30 buku, Prancis 30 buku, Swiss 15 buku, Kanada 13 buku, Rusia 12 buku, Brunei 7 buku, Singapura 6 buku, Thailand 5 buku, sedangkan Indonesia 0 buku.

Mengoptimalkan Keberadaan Perpustakaan

Keberadaan perpustakaan menjadi prioritas utama dalam penyediaan fasilitas di lembaga pendidikan Jepang. Bahkan menjadi salah satu sarana yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah. Termasuk juga TK dan TPA di Jepang. Siswa yang banyak meminjam buku akan mendapatkan apresiasi dari sekolah.

Tidak hanya penyediaan fasilitas perpustakaan saja, keberadaan perpustakaan pun dapat dioptimalkan secara baik oleh sekolah. Perpustakaan sekolah di Jepang selalu ramai oleh siswa yang sedang meminjam atau membaca buku. Motivasi membaca anak digalakkan dengan salah satunya mewajibkan anak-anak meminjam buku dari perpustakaan sekolah.

Buku-buku koleksi perpustakaan merupakan sumbangan dari pemerintah, masyarakat setempat dan orang tua murid. Buku-buku yang disumbangkan merupakan buku yang menarik dibaca oleh anak-anak, yaitu didominasi oleh gambar ketimbang tulisan, sehingga anak-anak pun tidak enggan untuk membacanya. Buku-buku tersebut terawat dengan baik dan murid ikut menjaganya.

Baik di TK, TPA maupun SD terkadang guru mengundang pembaca buku istimewa. Baik orang tua murid yang diundang maupun dari pendongeng profesional. Biasanya, hal tersebut akan menambah antusias anak-anak mendengarkan kisah dari sebuah buku. Setelah cerita selesai dibacakan, mereka berdiskusi bersama membahas kisah tersebut.

Menyediakan Buku Pada Fasilitas Umum

Di Jepang, hal ini tidak lagi menjadi kesadaran segelintir masyarakat saja, tetapi sudah menjadi kesadaran masyarakat Jepang pada umumnya. Sehingga tidak hanya di sekolah, di tempat-tempat menunggu pun banyak ditemui buku-buku anak. Misalnya di ruang tunggu klinik dokter atau apotek. Biasanya tersedia buku bacaan untuk anak-anak, sehingga saat menunggu, anak-anak bisa membaca buku-buku tersebut atau dibacakan oleh orang tuanya.

Mengembangkan Wisata Membaca

Para orang tua di Jepang memiliki kebiasaan berlibur yang tidak lazim dibandingkan orang tua di Indonesia. Ketika hari libur, orang tua di Jepang gemar mengajak anak-anak mereka ke perpustakaan kota untuk meminjam buku ketimbang belanja di mall. Sebuah kebiasaan yang pada akhirnya akan membentuk persepsi baru pada anak, bahwa membaca pun menjadi salah satu kegiatan berwisata yang menarik.

Pada akhirnya, kita dapat bercermin dari Jepang bahwa menumbuhkan budaya membaca pada anak membutuhkan dukungan yang bersifat menyeluruh dari semua komponen. Baik pemerintah, sekolah maupun masyarakat. Ketika terjadi sinergitas yang baik antara pemerintah, sekolah dan masyarakat, maka upaya untuk membentuk budaya membaca di masyarakat kita bukanlah suatu hal yang sulit.

sumber : japanbullet (gambar), radarbangka, kompasiana (info)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *